BANDAR LAMPUNG, WARTAALAM.COM – Massa LSM Gerakan Cinta (Genta) Lampung Timur yang melakukan unjuk rasa di depan Gedung
Kejaksaan Tinggi Lampung, Rabu (25/1/2023) kecewa. Alasannya, pihak kejaksaan hanya fokus melaksanakan progres pengawalan, agar pihak-pihak terkait, segera melakukan pembayaran pengembalian uang kelebihan dari beberapa item proyek yang dilaksanakan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2021 tersebut.
Menurut Koordinator dari Kejati, Ahmad Fatoni, Kejati Lampung telah menerima dua laporan pengaduan yang ditangani Pidana Khusus (Pidsus) dan Inteligen, kedua laporan itu sama-sama telah menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), dari kedua laporan tersebut ternyata ada tiga lokasi yang belum melakukan pengembalian ke kas negara.
“Ada dua pengaduan yang ditangani Pidsus dan Inteligen, sudah ada temuan BPK semua, dan temuan BPK itu hanya ada tiga lokasi yang belum disetorkan ke kas negara, sisanya sudah disetorkan ke kas negara, terkait fisik, kami juga sudah melakukan cek fisik, dari cek fisik itulah kemudian ada temuan BPK, dari temuan itulah kemudian kami tanyakan dan klarifikasi semua, dan temuan itu ada sekian dan telah dikembalikan ke kas negara, kecuali yang tiga lokasi itu, yang belum mengembalikan, yang kemudian itulah menjadi tanggung jawab kami untuk bisa mengawasi, menanyakan dan meminta kepada pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan dan menyetorkan ke kas negara.
Proses kami ada dua, ada yang LID dan ada yang opsing, dan yang tiga item itu masih proges pada pengembalian, penyetoran kepada kas negara, itu saja yang bisa saya sampaikan,” ujar Ahmad Fatoni di hadapan massa aksi.
Massa terkejut dengan penyampaian dari Kejati Lampung melalui Ahmad Fatoni, ternyata laporan pengaduan masyarakat kepada Kejaksaan Agung RI dan telah dilimpahkan pada Kejati Lampung, namun faktanya, justru BPK yang bekerja, dan bukan hasil kinerja dari Kejati Lampung.
Efendi Sanjaya, penangung jawab aksi misalnya, kepada awak media justru mempertanyakan kinerja Kejati Lampung,
ternyata lembaga setingkat Kejaksaan Tinggi hanya bertumpu pada hasil pemeriksaan BPK di luar permintaan Kejaksaan.
“Sangat mencolok mata adanya tebang pilih, dalam penegakan hukum, dan ini jelas Kejati Lampung telah mengangkangi UU Tipikor. Aneh dan lucu menurut kami, kok bisa lembaga setingkat Kejaksaan Tinggi bekerja hanya untuk penagihan, agar masuk ke kas negara.
Apakah pantas mereka ditempatkan di Lampung, artinya tugas kejati itu sama dengan tukang tagih dong, kalau kata kami orang kampung, karena sangat jelas dan terang nampak di depan mata kita, kerusakan proyek itu, dari awal sampai saat ini makin parah,” katanya.
Masyarakat bersama Genta Lampung Timur, meskipun kecewa tetap membubarkan diri secara tertib.
Ketua Genta sekaligus koordinator aksi, Fauzi Ahmad berjanji akan kembali membawa persoalan tersebut kepada Kejaksaan Agung RI.
“Iya tentu kami kecewa dengan penyampaian kejati bahkan sesuai permintaan kami, agar diberikan jawaban tegas dan tertulis bahwa mereka (Kejati Lampung Red) tidak akan melanjutkan atau menyatakan penghentian perkara, itu tidak dipenuhi, ada apa, tentu kami sebagai masyarakat ini wajar dong bertanya, ada apa ini, karenanya kami akan kembali membawa persoalan ini seperti di awal, yaitu pada Kejaksaan Agung RI, dalam waktu yang tidak lama lagi kami akan ke Jakarta mempertanyakan ini,” katanya. (fir)