Bandarlampung, WARTAALAM.COM — Pencemaran Kali Balau (Balok), terutama di bagian hilir, mulai dari Jalan Arief Rahman Hakim hingga Campangraya, Jalan Soekarno Hatta, Bandalampung kian parah.
Selain penuh dengan sampah rumah tangga, juga limbah dari usaha bengkel, cucian kendaraan, dan rumah sakit. Tumpukan sampah tersebut menyebabkan air sungai berubah warna, hitam pekat dan menimbulkan bau tak sedap terutama sore hari.
Berdasarkan penelusaran Kamis (19/9) pagi, tumpukan sampah banyak terdapat di sepanjang aliran sungai, selain dari rumah tangga seperti plastik, perabot bekas juga terdapat limbah bengkel seperti cairan oli, dan botol infus serta jarum suntik (limbah rumah sakit).
Sekira beberapa meter di belakang cucian kendaraan terbesar di kawasan Campangraya, Jalan Soekarno Hatta (by pass), air sungai tampak hitam pekat dan penuh dengan busa serta sampah. Aroma tidak sedap tercium hingga jalan raya yang berada puluhan meter dari sungai.
Begitu juga dengan kondisi aliran sungai yang berada di Jalan Arief Rahman Hakim. Penuh sampah dan menimbulkan bau tidak sedap, bahkan beberapa batu di sungai berubah warna menjadi hijau akibat dipenuhi kotoran.
Semakin ke hilir kondisinya kian parah, tumpukan sampah bukan saja terjadi di tepi sungai tapi juga menggunung hingga membelah aliran kali. Di daerah Kedamaian misalnya, sungai di daerah itu tampak dangkal dan airnya berwarna hitam pekat serta menimbulkan bau tidak sedap.
“Kalau sore, bau tidak sedap terasa sekali. Kami sulit bernafas,” kata beberapa warga di Kedamaian.
Menurut Nurdin (34) pencari cacing untuk ikan hias, pencemaran di Kali Balau sudah parah terlebih saat kemarau seperti saat ini. “Air berubah warna dan bau. Saya pernah terkena jarum sisa impus dan menemukan sejumlah botol bekas obat-obatan kesehatan,” katanya.
Dia mengatakan, aroma bau akibat limbah rumah tangga berbeda dengan limbah lain, seperti dari bengkel, usaha tahu dan tempe, serta limbah rumah sakit.
“Lima tahun lalu, kami kerap menggunakan air sungai tersebut untuk mandi dan cuci. Sekarang kami tidak berani, selain kotor dan bau juga menyebabkan gatal-gatal di kulit,” katanya.
Warga setempat lainnya mengatakan, aliran sungai tersebut merupakan pertemuan antara aliran dari Campangraya dan daerah Urip Sumoharjo. “Di kawasan kami, Kedamaian, aliran sungai tersebut juga terpecah menjadi dua. Dan semuanya sudah penuh dengan sampah dan limbah,” kata warga.
Berdasarkan pemantauan, kendati banyak sampah rumah tangga, kondisi air sungai di Jalan Urip Sumoharjo (jembatan) sebelum rumah sakit di kawasan itu, tampak jernih dan bagian yang kering akibat kemarau dipenuhi rumput menandakan kesuburan.
Namun kian ke hilir, jembatan di Jalan Arief Rahman Hakim misalnya, air sungai tampak hitam dan berbau. Banyak tumpukan sampah dan tidak ada tumbuhan air maupun rumput di bagian tanah kering.
Di sisi lain, sampah rumah tangga akibat rendahnya warga sekitar menjaga lingkungan terjadi di kawasan Kedamaian. Warga yang tinggal di di tepi sungai tersebut menjadikan aliran sungai sebagai tempat pembuangan sampah.
Ironis, Pemerintah Kota Bandarlampung saat ini sedang giat membangun fly over di beberapa lokasi bahkan kerap mendapat penghargaan dalam berbagai event, termasuk kebersihan dan kuliner. Bahkan hampir ibu-ibu dari seluruh RT di kota itu menjadi anggota pengajian dan terlibat dalam Pos Yandu, namun kondisi Kali Balau yang kerap menelan korban jiwa saat musim hujan (banjir) luput dari perhatian dan program penanggulangan bencana. (tim)