YOGYAKARTA – WARTAALAM.COM – Apriyani Rahayu sosok gadis belia dari desa, putri dari Ameruddin dan Sitti Jauhar, Kelahiran 29 April 1998 di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Bersama Greysia Polii, Apriyani Rahayu sukses mendapatkan medali emas pertama ganda putri Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020.
Pasangan pebulutangkis ini sukses menyingkirkan rivalnya, Chen Qingchen dan Jia Yi Fan. Senin (2/8/2021) siang.
Greysi/Apriyani menang dua gim langsung 21-19 dan 21-15.
Apriyani Rahayu disebutkan sudah memperlihatkan minat bulutangkis sejak kanak-kanak.
Dia mulai memegang raket sejak usia 3 tahun. Awalnya dia bermain bulutangkis menggunakan raket kayu yang dibuatkan ayahnya.
Pada saat itu Apriyani bermain bulutangkis dengan tetangganya yang kebetulan memiliki hobi yang sama.
Di sisi lain, kerja keras dan semangat Apriyani mendapat dukungan dari banyak orang, terutama dari ayah dan ibunya.
Seiring berjalannya waktu, minat dan potensi putrinya itu semakin terlihat.
Ayah dan ibu Apriyani sampai menjual sayur dan gadai perhiasan demi membeli raket.
Mereka pun membelikan raket untuk Apriyani. Tak sekadar raket, halaman rumah pun disulap menjadi lapangan bulutangkis seadanya.
Pada 2011, Apriyani pergi ke Jakarta dengan pengurusnya, Muhammad Akib Ras dengan tujuan bertemu Icuk Sugiarto yang saat itu menjabat sebagai ketua PBSI DKI Jakarta.
Akib Ras dikenalkan temannya, Yuslan Kisra kepada Icuk Sugiarto yang kemudian dimintanya menerima dan melatih Apriyani Rahayu, gadis desa berbakat.
“Pak Icuk, ini ada bibit dari Konawe. Bagus….” kata Pak Akib Ras untuk mendaftarkan Apri (sapaan akrab Apriyani) masuk ke Klub Pelita Bakrie.
Awalnya Apri sempat tidak dterima. Tetapi Akib Ras meminta Icuk Sugiarto menerima gadis itu sebagai anak didiknya.
“Coba lihat dulu anak ini selama 3 bulan, kalau dia ada perkembangan dia boleh masuk,” ujar Akib.
“Mas Icuk, ini anaknya orang biasa, orang tidak berada, dia tidak bisa membayar selama latihan di sini.” katanya.