Revisi Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Perkawinan Usia Anak Diperketat

0
273
Elia Sunarto, aktifis anak dan perempuan asal Tubaba.

Tubaba, WARTAALAM.COM – Gebrakan baru dalam ranah perlindungan anak mewarnai akhir masa kerja DPR RI periode 2014-2019. Pemerintah dan DPR sepakat merevisi Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Dengan demikian, permohonan dispensasi perkawinan usia anak akan diperketat, hanya bisa diajukan ke pengadilan. Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disepakati dalam Rapat Tim Panitia Kerja DPR dan Pemerintah pada Kamis (12/9/2019).

“RUU ini juga menaikkan batas usia minimal perkawinan bagi perempuan, dari 16 tahun sebelumnya menjadi 19 tahun. Selama ini dispensasi telah menjadi pintu masuk perkawinan anak”, kata Elia Sunarto, aktifis anak dan perempuan asal Tubaba.

Pria yang sering mendampingi kasus anak dan gencar menyoroti pernikahan anak ini mengungkapkan, tahun 2017 pihaknya mencatat terjadi penurunan kasus pernikahan anak, tetapi diawal 2018 mulai ditemukan kasus perceraian pasangan muda bahkan usia anak.

“Ternyata ada permainan baru di level bawah, oknum kepalo tiyuh diduga terlibat mengetahui dan melakukan pembiaran”, ungkap Elia Sunarto.

Karena itu, kata Elia Sunarto, Undang-Undang hasil revisi ini perlu disosialisasikan secara masif oleh semua pemangku kebijakan sehingga upaya pencegahan perkawinan anak akan efektif. Dalam beberapa kasus yang ia temukan, pernikahan usia anak bisa dilangsungkan dengan perjanjian kedua belah pihak tidak menuntut buku nikah. Karena bukti nikah akan diterbitkan bila pengantin sudah cukup umur untuk menikah.

Dalam RUU ini, Permohonan dispensasi yang sebelumnya kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk orangtua calon pengantin laki-laki dan perempuan, diubah, sekarang permohonan hanya kepada pengadilan. Permohonan tersebut harus dengan alasan mendesak disertai bukti-bukti pendukung. Pada Ayat 3 Pasal 7 RUU tersebut mensyaratkan pengadilan wajib mendengarkan pendapat kedua calon pengantin. Selama ini syarat tersebut tidak diatur.

Terpisah, Andi Yuliani Paris dari Fraksi Amanat Nasional mengatakan, batas usia minimal perkawinan untuk perempuan sangat penting untuk menghilangkan diskriminasi, juga untuk memberikan akses perempuan terhadap pendidikan, akses pekerjaan, termasuk kesehatan reproduksi. Dengan batas minimal usia perkawinan ini juga, diharapkan calon lebih mapan secara ekonomi dan mental.

Kabar didapat WARTAALAM.COM, rencananya Rapat Paripurna pengesahan RUU Perubahan Undang-Undang Perkawinan ini dijadwalkan pada 17-24 September.  (ES.007)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini