KALIANDA – WARTAALAM.COM, Kuasa Hukum pasangan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Lampung Selatan (Lamsel) Hipni-Melin akan gugat KPU setempat terkait putusan yang tidak meloloskan pasangan tersebut ke Bawaslu.
Menurut Jauhari Liaisson Offiser (LO) Hipni-Melin ( Himel) kepada wartaalam.com, Kamis (24/9/2020), ini proses demokrasi yang harus dilewati.
“Kami akan gugat ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lamsel hari ini,” katanya Sementara Ketua Bawaslu Lamsel Hendra Fauzi mengatakan, ada proses di Bawaslu yang menangani masalah itu yakni Perbawaslu No: 2 tahun 2020 tentang Sengketa Proses Pemilu.
“Pengajuannya paling lambat tiga hari setelah penetapan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Nanti kita lihat pendapat dari penggugat dan tergugat” ujarnya.
Dia mengatakan, untuk keputusan dari gugatan itu ada waktu 12 hari setelah pihaknya mengkaji dan meminta pendapat dari para ahli hukum pidana.
“Setelah kami terima dan kami kaji dan mendengarkan pendapat ahli baru kemudian kami putuskan,” katanya. Sebelum KPU setempat menolak pencalonan Melin karena terlibat pidana.
KPU tidak menetapkan bakal pasangan calon H. Hipni dan Melin Haryani Wijaya yang diusung Partai Gerindra (7 kursi), Partai Amanat Nasional (7 kursi) dan Partai Kebangkitan Bangsa (4 kursi), sebagaimana tercantum dalam berita acara model BA.HP-KWK dan berita acara model BA.HP Perbaikan-KWK karena tidak memenuhi syarat sebagai calon bupati dan calon wakil bupati Kabupaten Lampung Selatan tahun 2020.
Di sisi lain, Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, pasal 4 ayat (1) huruf f menyatakan “tidak pernah terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindakan pidana kealpaan atau tindakan pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa,”
“Selanjutnya Hj. Melin Haryani Wijaya, SE, MM belum 5 (lima) tahun sebagai mantan terpidana dengan penjelasan sebagai berikut :
a) Pidana penjara 8 (delapan) bulan terhitung mulai 25 februari 2015;
b) Masa percobaan 18 (delapan belas) bulan terhitung 25 Februari 2015 s/d 25 Agustus 2016.
Terhitung 5 (lima) tahun mantan terpidana tepatnya pada tanggal 25 Agustus 2021.” (Das)