PT LIP Punya Izin Penambangan Lengkap

0
1978

BANDAR LAMPUNG –WARTAALAM.COM, Kurangnya sosialisasi menyebabkan rencana penambangan pasir laut di Selat Sunda oleh PT Lautan Indonesia Persada (LIP) mengundang banyak penolakan. Padahal, PT LIP beroperasi secara legal karena mengantongi izin lengkap yang diperoleh sesuai prosedur.

Hal itu terungkap dalam acara sosialisasi penambangan pasir laut di Hotel Marcopolo, Bandar Lampung, Jumat (20-20-2019).
Acara sosialisasi dihadiri unsur dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung, enam kepala desa, aktivis lingkungan, tokoh masyarakat, dan wakil PT LIP di Lampung.
“Mengapa rencana penambangan ini ada penolakan. Berarti kurang sosialisasi atau ada yang salah di awal,” ujar Syahroni, salah seorang tokoh masyarakat yang merupakan mantan ketua HNSI Lamsel.

Ia menegaskan seharusnya pemerintahlah yang gencar melakukan sosialisasi karena pemerintah merupakan pihak yang mengeluarkan izin. “Kalau begini kan yang kasihan perusahaan, sudah empat tahun tidak bisa kerja,” ujarnya.

Pada acara sosialisasi penambangan pasir laut tersebut, 15 kepala desa direncanakan hadir. Tetapi, batal hadir karena ada undangan musyawarah dan sosialisasi dari Sekretaris Kabupaten Lamsel di aula Kecamatan Rajabasa tentang pengadaan tanah untuk lokasi hunian mantap (huntap).

Edy Karizal, aktivis lingkungan yang juga menjadi moderator dalam acara sosialisasi di Hotel Marcopolo mengaku semula pihaknya juga termasuk pihak yang menentang rencana penambangan tersebut karena menduga lokasi penambangan dekat dengan Gunung Anak Krakatau (GAK). Tetapi, setelah mempelajari berbagai dokumen, bertemu beberapa pihak, dan meninjau lokasi, ternyata lokasi yang akan ditambang jaraknya sekitar 9 mil dari GAK dan sekitar 7 mil dari Pulau Sebesi.

“Hal ini diperkuat dengan pernyataan Dinas Kelautan dan Perikanan dalam Rapat BKPRD. Artinya, tidak bertentangan dengan Permen KP No. 33/2002 bahwa jarak minimal pertambangan pasir laut adalah 2 mil,” ujar Edy.
Edy mengakui PT LIP mendapatkan izin sesuai prosedur. “Izin lokasi dan izin eksplorasi keluar zaman Gubernur Sjachroedin, sedangkan izin produksi keluar pada era Gubernur Ridho Ficardo,” ujarnya. “PT LIP juga telah mendapatkan sertifikat clear and cleand pada Februari 2016,” tambahnya.
Edy menjelaskan, sesuai aturan, untuk lokasi penambangan antara 4-12 mil laut adalah wewenang provinsi, sedangkan lebih dari 12 adalah wewenang pusat. Kurang dari 4 mil, adalah wewenang kabupaten,” ujarnya. “Jadi, perizinan untuk PT LIP dikeluarkan provinsi karena jaraknya hanya sekitar 7 mil dari pantai terdekat yaitu pulau Sebesi,” ujarnya.
Heri Munzaili, kabid Tata Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung, menambahkan izin penambangan juga telah melalui kajian mengenai dampak lingkungan. “Penambangan tidak boleh sembarangan, kalau melanggar ada sanksi pidananya,” tegas Heri.
Heri juga menyayangkan pihak-pihak yang mengaku pakar tetapi berkomentar sembarangan. “Ada pakar yang mengatakan yang akan ditambang adalah pasir besi. Padahal, yang akan ditambang oleh PT LIP adalah pasir laut biasa untuk reklamasi. Ada juga yang berkomentar akan menimbulkan tsunami. Padahal secara teori tidak akan terjadi,” ujarnya.
Heri juga menegaskan bahwa wilayah penambangan tidak di wilayah terumbu karang. Rencana yang diajukan, sebenarnya mencapai 5.000 hektare tetapi yang disetujui hanya 1.000 hektare. Walau pun telah mendapat izin operasi tahun 2015, PT LIP baru akan menambangkan tahun ini. “Dulu pembelinya belum ada. Sekarang ada beberapa kegiatan untuk keperluan reklamasi seperti di Ancol dan Banten,” ujarnya.

Dalam pertemuan tersebut, Khoirudin Karya, ketua Apdesi Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, yang juga menjabat kades Betung, mempertanyakan sampai sejauh mana pengawasan pemerintah nantinya terhadap pelaksanaan penambangan oleh PT LIP. Menanggapi hal ini, Heri mengatakan pemerintah akan sebisa mungkin mengawasi pelaksanaanya. Masyarakat pun dipersilakan ikut mengawasi.
(*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini