Jakarta, Wartaalam.com – Si Kembar Rihana dan Rihani resmi menjadi tahanan Ditreskrimum Polda Metro Jaya, dalam kasus dugaan tindak pidana penipuan reseller Iphone.
Polisi mendata korban berjumlah 18 orang dengan total kerugian mencapai Rp35 miliar.
Penyidik masih terus mendalami untuk mengetahui nilai tersebut sudah menyeluruh dan menelurusi aliran dana tersebut. Polda Metro Jaya juga menjerat dengan Tindak Pidana Pencucian uang (TPPU).
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengky Haryadi menerangkan, penipuan reseller iPhone berawal saat Rihana dan Rihani mengunggah produk-produk Apple berupa handphone iPhone 12, 13, 14 Pro Max, Apple Watch, Macbook, dan lain-lain di media sosial.
Dalam setiap produk yang dijualnya dengan sistem pre-order, diberikan potongan harga sekira Rp 800.000 untuk handphone, potongan Rp 200.000 Air Pods, Rp 300.000 untuk Apple Watch, dan potongan Rp 500.000 untuk Macbook.
Para korbanpun tertarik dan telah melakukan pembelian pada November 2021 sampai Maret 2022 hingga barang datang.
“Korban melakukan pre order kepada para tersangka dan benar barang tiba tepat waktu dengan tenggang waktu selama dua minggu,” kata Hengki.
Karena korban mendapatkan keuntungan dan barang yang dipesan ada, sehingga korban melakukan pemesanan dengan jumlah yang banyak.
“Namun, sejak April 2022 sampai sekarang para tersangka tidak mengirim dan memberikan produk-produk Apple berupa Handphone iPhone 12, 13, 14 Pro Max, Apple Watch, Macbook, dll,” katanya.
Saat ini, ujar Hengki kasus dugaan penipuan reseller iPhone Rihana dan Rihana telah siap untuk disidangkan.
“Hasil penelitian jaksa, sudah siap untuk disidangkan. TetapI tetap kami adakan pemeriksaan lanjutan,” ujar dia.
Penyidik, kata Hengki, selain dengan Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP dengan ancaman kurungan penjara paling lama empat tahun, penyidik juga akan mengenakan pasal TPPU kepada Rihana dan Rihani, dan akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
“Karena ada kemungkinan korban lebih dari 18, dan ini merupakan masukan buat penyidik di awal tersangka selalu bertransaksi melalui transaksi perbankan,” katanya.
Diketahui, tersangka Rihana dan Rihani dilakukan penangkapan di apartemen bilangan Serpong, Tangerang. Kedua tersangka sebelumnya sengaja berpindah-pindah tempat tinggal karena mengaku takut ditangkap polisi.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan telah memblokir 21 rekening mereka.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menduga rekening ‘Si Kembar’ yang dibekukan tidak hanya terkait dengan penipuan jual beli iPhone. Nilai transaksi yang tercatat sangat besar.
“Banyak sekali rekening dan bank yang dipakai. (Nilai transaksinya) besar sekali,” katanya.
Di antara Si Kembar Rihani ternyata pernah menjadi pegawai honor Kementerian Perdagangan (Kemendag). Rihani mengundurkan diri dari honor di Biro Hukum Kemendag sekira setahun yang lalu.
“Rihani, mantan pegawai honorer Kemendag di Biro Hukum. Yang bersangkutan mengundurkan diri per tanggal 1 Juli 2022,” kata Sekretaris Jenderal Kemendag Suhanto.
Modus ‘Si Kembar’
Modus penipuan iPhone ‘Si kembar’ menggunakan mekanisme pre order (PO) untuk setiap pembelian ponselnya. Jadi, seseorang yang memesan ponsel harus membayar penuh harga barangnya terlebih dahulu untuk kemudian barangnya dikirimkan ke alamat pembeli.
Menurut penuturan seorang korban, Vicky, pada awalnya dia mengikuti pre order iPhone kepada Rihani yang mengaku sebagai supplier iPhone bergaransi resmi.
Transaksi jual beli pertama tersebut berjalan lancar karena iPhone yang dijual Rihani asli dan terdaftar dalam IMEI Indonesia.
Kemudian, ‘Si Kembar’ pun menawarkan Vicky untuk menjadi reseller dengan iming-iming berbagai keuntungan dan harga promo yang besar. Pada awalnya semua berjalan lancar dari Juni-Oktober 2021.
Namun, memasuki November 2021 hingga Maret 2022 masalah mulai muncul karena barang yang dipesan tidak kunjung dikirimkan. Sempat dijanjikan akan memberi ganti rugi dalam bentuk uang tunai, namun Rihana dan Rihani justru menghilang hingga saat ini.
Skema Ponzi
Kepala Biro Humas Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Natsir Kongah mengatakan jika kemungkinan ‘Si Kembar’ menggunakan skema ponzi dalam melancarkan aksi penipuannya.
Hal ini dapat dilihat dari modus yang keduanya lakukan. Mereka menawarkan iming-iming keuntungan besar tanpa risiko tinggi dalam proses pre order iPhone.
Skema Ponzi merupakan modus investasi palsu dengan membayarkan keuntungan kepada investor dari uang mereka sendiri atau uang yang dibayarkan investor berikutnya. Jadi, keuntungan tersebut bukan berasal dari keuntungan yang didapatkan dari individu atau organisasi yang menjalankan perusahaan.
Dalam kasus penipuan iPhone ‘Si Kembar’ ini, Rihana Rihani menawarkan korban untuk menjadi reseller PO iPhone dengan keuntungan yang besar dan potongan promo harga yang menarik.
Nantinya, mereka akan memutar uang dari korban-korban lain dan mengklaimnya sebagai keuntungan. Dengan perputaran uang yang konsisten dari anggota lama ke anggota baru, membuat reseller ini seperti investasi yang benar-benar berjalan. Padahal, saat uang perputaran tersebut habis, maka skema atau investasi pun akan berantakan.
Transaksi Tunai Dalam Jumlah Besar
Menanggapi laporan penipuan berjumlah besar ini, PPATK pun akhirnya menghentikan sementara transaksi keuangan pada rekening Rihana dan Rihani. Ditemukan total 21 rekening milik kedua saudara kembar tersebut.
Selain itu, PPATK juga menemukan nilai transaksi berjumlah fantastis dari para pelaku ini. diduga, keduanya melakukan transaksi tunai berjumlah besar untuk mempersulit pelacakan.
“Penghentian transaksi dilakukan di rekening RA (Rihana) dan RI (Rihani) pada 21 PJK (Penyedia Jasa Keuangan) Bank. Dari hasil analisis sementara diketahui keduanya melakukan transaksi tunai bernilai signifikan,” ucap Natsir.
“Modus transaksi tunai tersebut diindikasikan untuk memutus mata rantai transaksi dan mempersulit pelacakan,” katanya.
Natsir mengimbau masyarakat lebih berhati-hati dengan tawaran investasi atau produk dengan harga yang tidak wajar. Apalagi bila mereka yang memberikan tawaran tersebut tidak memiliki izin usaha resmi dari pemerintah. (red)