1.914 Siswa di Lampung Tidak Naik Kelas, Begini Tanggapan Kadisdikbud

0
504
Kadisdikbud Lampung Thomas Amirico. (Tribunlampung.co.id/Hurri Agusto)
Kadisdikbud Lampung Thomas Amirico. (Tribunlampung.co.id/Hurri Agusto)
Bandarlampung, wartaalam.com–Sekira 1.914 siswa di Lampung tidak naik kelas tahun ajaran 2024.
Ribuan siswa itu berasal dari seluruh jenjang, mulai sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA).
Data tersebut dirilis Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang diunggah melalui situs data.dikdasmen.go.id.
Dikonfirmasi terkait hal ini, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Lampung, Thomas Amirico mengatakan, siswa tidak naik kelas biasanya ditentukan kebijakan sekolah serta kriteria yang telah ditetapkan.
Pada umumnya, kata dia, siswa dapat tinggal kelas jika tidak memenuhi standar nilai atau kehadiran yang telah ditetapkan sekolah.
Menurut Thomas, keputusan sekolah membuat siswanya tidak naik kelas merupakan bentuk koreksi dan evaluasi.
Selain itu, siswa yang tidak naik kelas biasanya masuk kategori malas belajar.
“Kalau ini tidak diterapkan, maka anak yang malas tetap naik kelas. Sedangkan kita mesti harus ada koreksi,” kata Thomas, Senin (28/4/2025).
“Kalau seandainya siswa benar-benar yang malas nggak mau belajar masa dipaksa harus naik naik kelas,” katanya.
Thomas mengatakan, tidak naik kelas merupakan bentuk koreksi dan evaluasi terhadap siswa agar lebih semangat belajar. Jika tidak ada koreksi dan evaluasi, siswa yang bersangkutan dapat semakin malas belajar dan menjadi contoh buruk bagi siswa lainnya.
Dia menyebut, tidak naik kelas merupakan bentuk sanksi yang semestinya memicu siswa lebih semangat belajar.
“Sebenarnya kami sedih kalau siswa tidak naik kelas. Tapi kalau tidak, maka anak-anak yang malas belajar itu tambah enggak mau belajar. Sehingga harus ada punishment juga. Jadi aspek itulah yang kita pikirkan,” ujarnya.
Thomas mengatakan, anak yang mengulang kelas diharapkan lebih matang, baik secara fisik maupun emosional.
“Kalau siswa yang tidak naik kelas ini kita toleransi, maka dikhawatirkan mereka tidak mau lagi berpikir untuk belajar. Maka pusnishment ini diharapkan menjadi pembelajaran, sehingga mental dan emosional mereka lebih matang ke depannya,” ujar dia.
Dia mengingatkan para orang tua berperan penting dalam mencegah anaknya tidak naik kelas.
“Orang tua juga tentu perlu memberikan dukungan penuh, termasuk memastikan anak memiliki lingkungan belajar yang kondusif di rumah,” tuturnya.
Untuk diketahui, Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemendikdasmen mencatat sekira 1.914 siswa di Lampung harus mengulang kelas dari seluruh jenjang pendidikan tahun 2024.
Siswa tingkat SD/MI mendominasi dengan jumlah 1.480 siswa.
Rinciannya, siswa kelas I sekira 584 orang, kelas II sekira 346 orang, kelas III sekira 196 orang, kelas IV sekira 216 orang, kelas V sekira 134 orang, dan kelas VI sekira 4 orang.
Lalu, jumlah siswa SMP/MTs mengulang kelas sekira 272 siswa.
Dengan rincian, kelas VII sekira 124 siswa, kelas VIII sekira 130 orang, dan kelas IX sekira 18 orang.
Di tingkat SMA/SMK/MA, siswa yang mengulang kelas berjumlah 61 siswa.
Rinciannya, kelas X ada 45 siswa dan kelas XI ada 16 orang. Sedangkan kelas XII tidak ada yang mengulang.
Guru Besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung (Unila) Prof. Undang Rosidin menilai, banyaknya siswa yang tinggal kelas harus menjadi perhatian bersama, baik siswa itu sendiri, guru, orangtua maupun dinas terkait.
Undang mengatakan, pendidikan di tingkat SD merupakan jenjang yang sangat mendasar.
Menurut dia, siswa di tingkat SD harus mendapatkan perhatian dan pendekatan khusus dalam metode pembelajaran.
“Persoalan yang muncul di SD itu karena pembelajaran sangat mendasar, sehingga dalam proses pembelajaran guru harus lebih intens, baik dalam metode maupun pendekatannya,” ujar Undang, Senin (28/4/2025).
Menurut dia, ada beberapa faktor penyebab siswa tinggal kelas.
Misalnya ada siswa yang kesulitan dalam mencerna materi. Terlebih, saat ini masih banyak siswa yang tidak mengenyam pendidikan dari level TK atau PAUD.
“Tampaknya ada siswa SD yang tidak melalui proses di TK dan PAUD, sehingga keterampilan dasarnya belum optimal. Ini menjadi kendala saat memberikan bekal keterampilan di tingkat SD,” kata dia.
Menurut dia, hal terpenting bagi siswa SD yakni pemberian bekal literasi dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung.
Jika siswa yang belum menguasai keterampilan dasar tersebut tetap ditoleransi, dampaknya terlihat pada proses pembelajaran di jenjang selanjutnya.
“Kalau anak tidak lancar membaca, menulis, dan berhitung lalu dinaikkan, itu akan menjadi persoalan saat masuk jenjang selanjutnya. Proses ini merupakan bentuk evaluasi. Maka jika siswa belum memenuhi kompetensi, sebaiknya jangan dinaikkan,” katanya.
Undang mengatakan, saat ini Kemendikbud telah meluncurkan pendekatan baru dalam pembelajaran, yakni deep learning atau pembelajaran mendalam.
Skema ini diharapkan dapat menjadikan guru maupun siswa melakukan pendekatan pembelajaran secara lebih mendalam untuk memahami suatu materi.
“Sekarang Kemendikbud sudah menerapkan pembelajaran deep learning dengan tujuan agar siswa benar-benar memahami materi dengan baik. Deep learning ini yang harus terus diperbaiki dan dimaksimalkan, karena pendidikan SD itu merupakan fondasi bagi siswa yang mau melanjutkan pendidikan di tingkat SMP dan SMA,” katanya.
“Tampaknya ada siswa SD yang tidak melalui proses di TK dan PAUD, sehingga keterampilan dasarnya belum optimal. Ini menjadi kendala saat memberikan bekal keterampilan di tingkat SD,” kata dia.
Menurutnya, hal terpenting bagi siswa SD yakni pemberian bekal literasi dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung.
Jika siswa yang belum menguasai keterampilan dasar tersebut tetap ditoleransi, dampaknya terlihat pada proses pembelajaran di jenjang selanjutnya.
“Kalau anak tidak lancar membaca, menulis, dan berhitung lalu dinaikkan, itu akan menjadi persoalan saat masuk jenjang selanjutnya. Proses ini merupakan bentuk evaluasi. Maka jika siswa belum memenuhi kompetensi, sebaiknya jangan dinaikkan,” ujarnya.
Undang mengatakan, saat ini Kemendikbud telah meluncurkan pendekatan baru dalam pembelajaran, yakni deep learning atau pembelajaran mendalam.
Skema ini diharapkan dapat menjadikan guru maupun siswa melakukan pendekatan pembelajaran secara lebih mendalam untuk memahami suatu materi.
“Sekarang Kemendikbud sudah menerapkan pembelajaran deep learning dengan tujuan agar siswa benar-benar memahami materi dengan baik. Deep learning ini yang harus terus diperbaiki dan dimaksimalkan, karena pendidikan SD itu merupakan fondasi bagi siswa yang mau melanjukan pendidikan di tingkat SMP dan SMA,” katanya.
“Kenapa Kemendikbud meluncurkan deep learning? Karena persoalan pembelajaran saat ini belum mendalam dan belum sepenuhnya dipahami siswa. Maka ini perlu terus dibenahi untuk menaikkan kualitas anak didik kita untuk masa depan mereka,” katanya.
Undang mengatakan, siswa tinggal kelas merupakan persoalan yang mesti diselesaikan bersama.
“Ini harus menjadi pemikiran kita bersama. Jadi bukan cuma guru atau siswa yang disalahkan. Orang tua juga perlu melakukan pendampingan dan pengawasan terhadap pemahaman anaknya,” kata dia. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini