LAMPUNG SELATAN, WARTAALAM.COM – Kejaksaan Negeri Kalianda Kabupaten Lampung Selatan bersama pemerintah kabupaten setempat kembali meresmikan Rumah Restorative Justice di Kecamatan Natar, Rabu (23/11/2022).
Peresmian yang dilakukan secara hybrid tersebut Berpusat di kantor Desa Branti Raya Kecamatan Natar yang dihadiri Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung, Nanang Sigit Yulianto S.H., M.H yang dilaksanakan serentak di 256 desa se-kabupaten itu.
Sekira Maret tahun 2022 juga telah dilakukan peresmian rumah Restorative Justice di kantor Desa Hajimena Kecamatan Natar.
Kepala Kejaksaan Negeri Kalianda Dwi Astuti Beniyati, S.H., M.H mengatakan, pembentukan rumah restorative justice Kaghom Mufakat Kejaksaan Negeri Kalianda yang berada di wilayah itu 256 desa.
Sejak kali pertama peresmian Rumah Restorative Justice di Desa Hajimena Maret 2022, seiring berjalannya waktu Kejaksaan Begeri Kalianda sudah melaksanakan tujuh perkara yang telah disetujui diselesaikan secara Restorative justice, ujarnya.
Dia mengatakan, adapun syarat kasus yang bisa diselesaikan di Rumah Restorative Justice antara lain tersangka baru kali pertama melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak boleh lebih dari 5 tahun dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2.5 juta.
Tujuan dilaksanakan pembentukan Rumah Restorative Justice Kejaksaan Negeri Kalianda agar sinergitas membangun masyarakat sadar hukum sehingga terbangun suatu kerukunan antarwarga yang dapat berperan serta membangun secara utuh, katanya.
Restorative justice, kata dia, dilaksanakan berdasarkan peraturan kejaksaan RI Nomor 15 tahun 2020, tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restorative dan surat edaran Jam Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restorative.
“Kami juga berharap 256 rumah Restorative Justice yang tersebar di wilayah kabupaten Lampung Selatan tidak hanya sekadar seremonial saja, tetapi agar seluruh masyarakat senantiasa menyelesaikan setiap permasalahan antarwarga dengan tetap mengedepankan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dengan maksud dan tujuan pembentukan rumah tersebut,”
katanya.
Sementara Asisten Administrasi dan Umum Pemkab. Lampung Selatan Badruszzaman mengatakan, pendirian Rumah Restorative Justice merupakan tujuan pembangunan hukum yang berkaitan dengan implementasi restorative justice.
“Untuk itu saya berharap, rumah restorative justice dimanfaatkan bukan saja untuk keperluan penyelesaian hukum pidana, tetapi juga perdata, sengketa tanah konflik perkawinan juga kepentingan sosialisasi program pemerintah.
“Kami pemerintah Kabupaten Lampung Selatan mengapresiasi pembentukan rumah restorative justice ini, setiap persoalan hukum yang muncul dapat diselesaikan dengan cara-cara yang persuasif tanpa harus saling tuntut sampai ke meja pengadilan,” katanya.
Menurut dia, kantor desa harus menjadi kebutuhan penting dan mendasar karena eksistensi kantor sebagai pendukung dan pelengkap pemerintahan yang mempunyai fungsi sentral dari seluruh aktivitas kegiatan pemerintahan desa.
”Saya optimistis Rumah Restorative Justice ini akan menjadi rumah keadilan bagi masyarakat luas, dan sebuah solusi bagi setiap permasalahan yang ada. Karena melalui program rumah keadilan ini, setiap permasalahan yang muncul di tengah masyarakat dapat diselesaikan dengan musyawarah tanpa harus melalui peradilan di meja hijau, namun tanpa menghilangkan aspek hukum,” tuturnya.
Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Nanang Sigit Yuliyanto, S.H., M.H mengatakan, terdapat 256 rumah Restorative Justice yang tersebar di wilayah kabupaten Lampung Selatan dan merupakan yang terbanyak di provinsi Lampung yang sudah terbentuk.
Diharapkan dapat menjadi sarana bagi masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman secara komprehensif tentang manfaat dari penyelesaian tindak pidana melalui konsep restorative justice, katanya.
Dia mengatakan, dengan pembentukan Rumah Restorative Justice dapat menjadi suatu terobosan yang tepat dan menjadi sarana penyelesaian perkara diluar persidangan sebagai solusi alternatif memecahkan permasalahan penegakan hukum.
“Penyelesaian masalah pidana yang terjadi di masyarakat dapat dilaksanakan melalui jalur mediasi demi azas keadilan. Ini bisa mengubah pandangan masyarakat, semua masalah atau perkara tidak harus dilanjutkan ke penuntutan, kita bisa selesaikan dengan proses perdamaian. Kita libatkan tokoh agama, tokoh masyarakat dan kedua belah pihak baik tersangka, korban dan keluarga tersangka,” katanya. (ant/kmf)