JAKARTA – WARTAALAM.COM – Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) meminta pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia tidak hanya sebatas menjadi tukang gali dan tukang tangkap ikan.
“Kalau tambang ya kita jangan jadi tukang gali saja. Anugerah yang diberikan Allah ke kita betul-betul luar biasa besarnya tapi kalau hanya tukang gali, kita kirim keluar, mereka buat ‘smelter’ di sana kemudian dibuat barang setengah jadi atau barang jadi lalu kembali ke sini, kita beli inilah yang sedikit demi sedikit harus kita hilangkan,” kata Presiden Jokowi, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/10/2021).
Presiden menyampaikan hal tersebut saat memberikan pengarahan kepada peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXII dan Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXIII Tahun 2021 Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI.
“Tidak boleh lagi kita jadi tukang tangkap ikan, harus ada industri pengolahannya di sini,” ujarnya.
Presiden menyesal saat masa lalu ada “booming” kayu, namun Indonesia hanya menghasilkan kayu gelondongan dan tidak ada industri perkayuan atau industri permebelan, sehingga industri Indonesia kehilangan kesempatan tersebut.
“Penangkapan ikan harus dilakukan untuk kesejahteraan rakyat, tetapi juga harus terukur dan juga dijamin keberlanjutannya tidak hanya diambil, diambili terus tapi habis karena tidak terukur karena tidak terkalkulasi,” katanya.
Selanjutnya penambangan juga bisa dilakukan secara terukur, terkendali dan dijamin pengelolaannya pasca-penambangan.
“Industri kehutanan, perkebunan juga bisa kita lakukan, tapi dilakukan dengan menjamin keberlanjutan dan menjaga kekayaan hayati kita,” katanya.
Namun tidak cukup dengan menjamin nilai tambah, Presiden RI Jokowi menyebutkan untuk menjaga kepentingan nasional, pemerintah telah melakukan pengambilalihan beberapa perusahaan asing.
“Itulah mengapa kepemilikan beberapa perusahaan asing kita ambil alih, Freeport misalnya sudah 54 tahun dikelola Freeport McMoRan, 2 tahun lalu mayoritas telah kita ambil sahamnya, dari 9 persen menjadi mayoritas 51 persen,” ujarnya.
Selanjutnya kepemilikan Blok Mahakam di Kalimantan Timur yang sudah 43 tahun dikelola Total dari Prancis diambil alih, dan saat ini dikelola Pertamina.
“Yang terakhir Blok Rokan yang sudah dikelola 97 tahun oleh Chevron juga sudah 100 persen (dimiliki Pemerintah) dan kita berikan ke Pertamina. Sekarang tinggal kita melihat, kita bisa tidak melanjutkan, meningkatkan produksi dari yang telah kita ambil alih ini. Inilah yang masih jadi pertanyaan, tapi kita lihat 4 tahun ke depan apakah kita mampu,” kata dia.
Selain memberikan nilai tambah dan pengambilalihan perusahaan asing, hal penting lain, hilirisasi industri.
“Benar-benar tidak bisa lagi kita ekspor ‘raw material’ yang tidak memiliki nilai tambah, kita dapat uang dari situ iya, kita dapat ‘income’ dari situ iya, tapi nilai tambahnya itu yang kita inginkan,” ujarnya.
Presiden mengatakan pelaku usaha harus menghasilkan produk dengan nilai tambah tinggi yang mengombinasikan antara pemanfaatan kekayaan alam dengan kearifan teknologi yang melestarikan.
Dalam acara tersebut, Lemhannas juga menyerahkan hasil kajian berjudul “Hilirisasi Mineral Strategis dan Logam Tanah Jarang Guna Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional”.
Peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LXII diikuti 80 orang yang terdiri dari pejabat TNI/Polri setingkat eselon 2 dan 3 sekira 49 orang, dan 31 orang berasal dari Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, kementerian, pemerintah provinsi, Kadin, DPD, parpol, dan organisasi masyarakat. PPRA LXII diselenggarakan 26 Januari – 31 Agustus 2021.
Sedangkan Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXIII diselenggarakan 14 April – 14 Oktober 2021 yang diikuti 60 orang peserta terdiri dari pejabat senior terpilih. (*)