JAKARTA, WARTAALAM.COM – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) prihatin dan mengecam pelibatan anak-anak usia sekolah (SMP, SMK/SMA) dalam demonstrasi di gedung DPR MPR RI. KPAI secara konsisten mengingatkan berbagai pihak, bahwa tempat anak-anak bukan di jalan. Apalagi berada di lautan massa yang rentan dan membahayakan, sewaktu-waktu terjadi gesekan dan bentrokan. Menurut Jasra Putra, salah seorang komisioner KPAI, anak-anak tidak sama dengan orang dewasa, baik kekuatan fisik, tingkat pemahaman, tumbuh kembang, psikologis dan emosional perlu perhatian dan perlindungan khusus.
“Anak-anak memiliki hak untuk didengar pendapatnya dan belajar tentang kehidupan demokrasi, serta berbangsa dan bernegara,” kata Jasra Putra.
Namun demikian, masih menurut Jasra Putra, demonstrasi bukanlah tempat belajar tentang hal tersebut. Anak-anak masih membutuhkan perlindungan dan sekolah adalah tempat yang tepat untuk belajar tentang demokrasi.
KPAI telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan proses penanganan dan pengawasan.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima pengaduan masyarakat terkait aksi demo para pelajar diantaranya SMK melalui aplikasi whatsApp dan media social, pada Rabu (25/9) mulai pukul 14 WIB. Pengaduan yang dikirimkan ke KPAI terdiri atas poster seruan-seruan aksi untuk pelajar STM (bukan SMK), foto dan video-video yang menunjukkan anak-anak sekolah tersebut bergerak, mulai dari menaiki truk, bus transjakarta sampai KRL dengan titik naik di Bekasi dan Depok. Namun menjelang sore ada foto-foto yang menunjukkan pergerakan anak-anak yang turun di stasiun Palmerah dan Manggarai. Atas situasi ini, KPAI berkoordinasi dengan pihak terkait .
KPAI telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan proses penanganan dan pengawasan terhadap aksi demonstrasi yang melibatkan usia anak. KPAI berkoordinasi dengan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, khususnya deputi Perlindungan Anak, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidian Propinsi DKI dan Jawa Barat, Suku Dinas Pendidikan, pihak kepolisian baik Polda Metro maupun Polres (Jakarta Barat, Jakarta Utara), Rumah Sakit AL hingga BRSAMPK Handayani.
Dari temuan di lapangan KPAI mendapati beberapa fakta diantaranya bahwa, anak-anak yang terlibat dalam aksi demonstrasi tidak hanya usia SMK (yang sebelumnya disebut STM), tetapi juga usia SMA dan SMP.
Anak-anak yang terlibat dalam aksi demonstrasi adalah anak korban, Anak-anak mengikuti demonstrasi karena ajakan dari media social, seperti instagram dan aplikasi WA dan tidak terlalu memahami apa itu makna demonstrasi itu sendiri dan apa yang diperjuangkan. Selain itu, anak-anak merahasiakan keterlibatan mereka dalam aksi demonstrasi dari orang tuanya. Namun ada juga anak korban yang tidak tahu diajak untuk demo kawan sekolahnya. Ia hanya mengetahui kalau diajak jalan-jalan ke pusat kota, dan dijanjikan dapat makan dan minum. Anak-anak yang menjadi korban tidak hanya yang mengikuti demonstrasi, namun juga anak-anak yang tinggal di sekitar lokasi rusuh dan menonton demonstrasi paska pulang sekolah.
KPAI berkoordinasi dengan Kemdikbud RI dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat untuk segera mengeluarkan edaran singkat melalui aplikasi WA kepada kepala-kepala sekolah di wilayah-wilayah yang peserta didiknya bergerak menuju DPR RI. Edaran tersebut dapat dikirimkan ke grup WA MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah). Hal ini dilakukan untuk mengingatkan semua sekolah, wali kelas dan wali murid agar mengecek keberadaan anaknya, dan meminta anak-anak segera pulang jika masih berada di lingkungan aksi demontrasi. Upaya ini cukup efektif untuk memastikan keberadaan anak-anak dan mencari keberadaan anak-anak jika anak-anak belum kembali ke rumah.
Tentang dugaan adanya kekekerasan, anak-anak korban menyatakan megalami luka karena terjatuh saat tersiram gas airmata, pingsan karena kelelahan dan belum makan dari siang. Ada yang pingsan karena dehidrasi kekurangan minum dan juga ada korban-korban luka karena diduga akibat pukulan aparat. KPAI memastikan perlindungan terhadap korban, dan proses pemulihan kesehatan, serta rehabilitasi fisik dan mentalnya.
Saat ini masih ada beberapa anak yang dimintai keterangan baik di Polda Metro maupun Polres Jakarta Barat (144 orang). Sedangkan di Polres Jakarta Utara sebanyak 124 anak sudah dipulangkan karena tidak ada indikasi pelanggaran pidana dengan pelibatan orang tua untuk pembinaan lebih lanjut. tersisa 3 orang menunggu penjemputan orang tua. Sedangkan Polres Cibinong sebanyak 122 di tahan. Polresta Bekasi dan Polsek Jajaran sebanyak 287 anak. Bila terindikasi adanya anak-anak yang berhadapan dengan hukum, khususnya yang diduga sebagai pelaku, KPAI menyarankan agar dilakukan tindakan dengan cara mengembalikan anak kepada orang tua agar dibina lebih lanjut, atau dilakukan diversi demi kepentingan terbaik bagi anak agar mereka tetap dapat bersekolah.
KPAI menghimbau bahwa:
Para orangtua untuk menjaga dan mendampingi anak-anak usia SMP-SMA/SMK/MA. Orang tua perlu untuk memberikan pendampingan dan berdialog tentang situasi yang terjadi di Indonesia, sehingga dapat mengedukasi mereka tentang kehidupan berbangsa dan bernegara yang terjadi saat ini sesuai dengan usia anak. Anak-anak peserta aksi adalah anak usia remaja yang memasuki fase pubertas, sedang mencari identitas diri, suka menerima tantangan, dan memiliki rasa penasaran yang tinggi. Solidaritas kelompok dan tantangan untuk menjadi anak yang keren serta sama dengan anak lainnya menjadi pemicu anak-anak mudah mengikuti ajakan teman. Anak-anak remaja ini memerlukan penyaluran aspirasi yang tepat dengan dampingan orang tua. Sehingga anak-anak tidak mudah terprovokasi oleh aktivitas-aktivitas yang tidak tepat.
Literasi digital dibutuhkan oleh anak-anak ini mengingat anak-anak ini mendapatkan informasi melalui media sosial. Anak-anak penting untuk diajarkan memilah dan memilih informasi yang didapatkan.
Bagi para orang tua yang anak-anaknya belum kembali untuk da[at berkoordinasi serta melapor ke KPAI, dan pihak-pihak terkait (Kepolisian dan rumah sakit).
Bagi kepala-kepala Sekolah untuk memastikan absensi siswa selama beberapa hari kedepan, kalau tidak hadir di sekolah segera mengecek ke orngtua anak yang bersangkutan. Selain itu, KPAI meminta kepada Kepala-kepala Dinas Pendidikan untuk tidak memberikan sanksi atau mengeluarkan siswanya yang teridentifikasi sebagai peserta aksi demo di DPR, karena sebagian besar anak-anak ini adalah KORBAN.
KPAI meminta Kominfo dan cyber crime mabes POLRI untuk melacak undangan aksi pelajar ke DPR. Pihak penyebar harus dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
KPAI mendorong Polisi melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan adanya pihak-pihak yang sengaja memanfaatkan anak dan memobilisasi anak dalam aksi unjuk rasa tersebut karena kepentingan tertentu. (*)