Bogor, WARTAALAM.COM – Presiden RI, Joko Widodo meminta DPR untuk menunda pengesahan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Dalam keterangan persnya, ia mengatakan, penundaan itu dilakukan setelah melihat berbagai kritik atas sejumlah pasal.
“Setelah mencermati masukan-masukan dari berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substansi-substansi RUU KUHP, saya berkesimpulan masih ada materi-materi yang membutuhkan pendalaman lebih lanjut,” ujar Jokowi di Istana Bogor, Jumat (20/9/2019) siang.
Jokowi memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly untuk menyampaikan keputusan ini kepada DPR.
“Untuk itu saya telah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM sebagai wakil pemerintah, untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR RI, yaitu agar pengesahan RUU KUHP ditunda. Dan pengesahannya tidak dilakukan oleh DPR periode ini,” tambahnya.
Jokowi pun menginstruksikan kepada DPR untuk melakukan langkah yang sama dan menyerahkan pembahasan RKUHP ke periode selanjutnya.
“Saya juga memerintahkan Menteri Hukum dan HAM menjaring masukkan dari berbagai kalangan masyarakat sebagai bahan menyempurnakan RUU KUHP yang ada,” kata dia.
“Saya melihat materi-materi yang ada, substansi-substansi yang ada kurang lebih 14 pasal nanti yang akan kami komunikasikan baik dengan DPR maupun dengan masyarakat yang tidak setuju dengan materi-materi yang ada,” ujarnya.
Dengan pernyataan Jokowi ini, revisi KUHP dipastikan ditunda. Sebab dalam penyusunan undang-undang, pemerintah dan DPR perlu sama-sama sepakat.
Revisi KUHP yang telah disetujui DPR dan Kemenkumham memuat beberapa pasal bermasalah. Sejumlah masyarakat pun menyoroti aturan yang rencananya akan segera dibawa ke Rapat Paripurna, karena berpotensi mengkriminalisasi semua orang.
Pasal yang bermasalah dalam RKUHP tersebut di antaranya pasal yang berpotensi mengkriminalisasi jurnalis, korban perkosaan, advokat, dan warga yang menyuarakan pendapatnya. Selain itu, kelompok rentan seperti gelandangan dan pengemis, serta kelompok minoritas gender juga berpotensi dihukum akibat aturan tersebut. (*)