Orang Tua Mahasiswa Unila yang Meninggal Saat Diksar Membuat Laporan ke Polda Lampung

0
13
Ibu mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila) Pratama Wijaya, saat dimintai keterangan di Mapolda Lampung, Bandarlampung, Selasa (3/6/2025). ANTARA/Dian Hadiyatna
Ibu mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila) Pratama Wijaya, saat dimintai keterangan di Mapolda Lampung, Bandarlampung, Selasa (3/6/2025). ANTARA/Dian Hadiyatna

Bandarlampung, wartaalam.com–Ibu mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila) Pratama Wijaya Kesuma, membuat laporan ke Polda Lampung atas kematian anaknya yang diduga mengalami kekerasan saat mengikuti pendidikan dasar (diksar) organisasi Mahasiswa Pencinta Lingkungan (Mahapel).

“Kami ingin kasus ini diungkap dan semua pelaku yang menyebabkan anak saya meninggal dunia dihukum seberat-beratnya,” kata Wirna Wani, ibu dari Pratama Wijaya Kesuma, di Mapolda Lampung, Bandarlampung, Selasa (3/6/2025)

Dia mengatakan, kronologis hingga anaknya meninggal dunia pada April 2025, setelah November 2024 mengikuti diksar Mahapel FEB Unila.

“Setelah mengikuti kegiatan organisasi kemahasiswaan Mahapel. Anak saya sempat mengalami luka-luka, kejang otot, hingga akhirnya meninggal dunia setelah menjalani perawatan dan operasi,” kata dia.

Pratama saat itu minta dijemput pukul 22.00 WIB, dan setelah dijemput di lokasi kegiatan mengatakan dirinya lapar dan meminta beli mi ayam.

“Tapi pas sampai rumah, belum sempat makan, dia pingsan,” kata ibunya tersebut.

Ibu korban menceritakan, anaknya mengalami pingsan berkali-kali dan menunjukkan luka-luka pada bagian tangan. “Saya sempat foto luka-lukanya. Banyak sekali. Tangan kirinya keram. Kukunya copot,” katanya.

Ia mengatakan, anaknya sempat dirawat di Rumah Bersalin Ibu (RBI) dan kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Bintang Amin di Bandarlampung, sebelum akhirnya dibawa ke RSUD Abdul Moeloek.

“Dokter syaraf bilang ini sudah kena syarafnya. Kenapa dibiarkan, katanya. Saya bilang anak saya nggak mau dibawa karena katanya nyawanya diancam,” kata dia.

Menurut pengakuan anaknya sebelum meninggal, ia mengalami kekerasan fisik selama mengikuti kegiatan diksar Mahapel itu.

“Dada ditendang, perut ditendang, diinjak-injak. Tapi dia tidak mau menyebut siapa pelakunya. Dia bilang ‘Mama jangan cerita, nyawa aku diancam, nanti aku dibunuh’,” katanya.

Kemudian, korban menjalani operasi di RSUD Abdul Moeloek pada 27 April setelah hasil pemindaian menunjukkan adanya gumpalan darah dan cairan yang tidak lancar di otaknya.

“Jadi saya membantah pernyataan dari pihak kampus yang menyebut anaknya meninggal akibat tumor otak. Dari kecil dia sehat, nggak pernah sakit yang aneh-aneh. Paling batuk pilek biasa,” ujarnya.(fal/ant)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini