Lampung Selatan, wartaalam.com–Ketua DPC Sapu Jagad Lampung Selatan, Zulfijar, kepada sejumlah awak media mengungkapkan keprihatinannya, baik itu kepada pihak panitia Pemekaran Natar Agung maupun pihak DPRD Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel) yang kerap memerankan ‘Playing Victim’ terkait usulan pemekaran daerah otonomi baru (DOB) Kabupaten Bandar Lampung.
Menurut Zulpijar, DPRD Lamsel dan panitia Natar Agung memposisikan diri sebagai pihak terzolimi dan bupati Lampung Selatan pihak yang bersalah, pihak yang menghambat proses usulan pemekaran karena belum memberikan persetujuan tertulisnya.
Menurut aktivis Resimen Mahasiswa (Menwa) Lampung, sesuai UU Pemda Nomor 23 Tahun 2014 pada Pasal 37 huruf (b) ayat (2) disebutkan syarat administratif untuk pemekaran daerah harus ada persetujuan bersama DPRD kabupaten/kota induk dengan bupati/walikota induk.
“Jadi tidak benar statement dari Dewan yang terhormat maupun Ketua Panitia Pemekaran Natar Agung, Irfan Nuranda Djafar, usulan DOB terkendala surat persetujuan dari bupati Lampung Selatan. Ngawur itu, baca lagi UU-nya dengan seksama. Pahami, baru bicara. Yang benar itu, bupati dalam memberikan persetujuan tertulisnya dilakukan dengan cara bersama-sama dengan DPRD di dalam forum Sidang Paripurna,” ujar Zulpijar kepada wartawan, Kamis ( 25/7/2024).
Menurut dia, dalam UU Pemda itu mengamanahkan, pemekaran DOB untuk kabupaten/kota harus memenuhi sejumlah syarat dasar, di antaranya syarat administratif berupa persetujuan bersama DPRD dengan kepala daerah.
Persetujuan bersama itu kata dia, dilaksanakan di dalam forum Sidang Paripurna DPRD dengan agenda persetujuan bersama DOB.
“Jadi, pengesahan DOB itu ditandai dengan penandatanganan naskah kesepakatan bersama antara pimpinan DPRD dengan Pemda dalam hal ini bupati selaku kepala daerah. Dengan catatan, di dalam paripurna tersebut DPRD setuju untuk usulan pemekaran DOB. Jadi, tidak ada ceritanya persetujuan tertulis bupati itu dilakukan secara terpisah, DPRD sendiri, bupati sendiri. Tapi berupa satu kesatuan dalam sebuah naskah kesepakatan persetujuan bersama pembentukan DOB,” katanya.
Dia menduga, isu pemekaran DOB tersebut memang sengaja di-blow-up pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan dalam upaya negatif campaign terhadap Bupati Lampung Selatan, Nanang Ermanto menjelang Pilkada 2024.
Dia berharap praktik-praktik tidak elegan tersebut tidak terus dilakukan sejumlah pihak yang memiliki kepentingan tertentu.
Apalagi, ujar dia, terkadang demi kepentingan sesaat, segala cara apapun dilakukan. Seperti pembelokan fakta hukum hingga menyebarkan informasi sesat (hoax) kepada masyarakat luas.
“Kita ini sudah sama-sama dewasa, marilah berpolitik secara santun. Apalagi masyarakat sekarang ini sudah tambah cerdas, sudah tidak termakan lagi dengan upaya-upaya black campaign, dengan cara-cara memutar balikan fakta seperti itu. Pembodohan terhadap masyarakat itu namanya,” katanya.
Sedari awal, menurut dia, mestinya DPRD Lampung Selatan lebih bijak dalam menyikapi aspirasi masyarakat atas usulan pemekaran DOB tersebut.
Tak salah jika dalam tiga tahun belakangan ini, usulan pemekaran DOB yang terdiri dari lima kecamatan, Natar, Jati Agung, Tanjung Bintang, Tanjung Sari dan Merbau Mataram tersebut mandek tanpa progres apapun.
“Mestinya, DPRD sedari awal bisa lebih proaktif menindaklanjuti aspirasi masyarakat tersebut. DPRD Lamsel bisa saja segera menggelar paripurna dengan agenda rekomendasi pembentukan DOB kepada pemerintah daerah. Juga dengan begitu, bola tanggung jawab pemekaran DOB sudah berpindah posisi ke pihak eksekutif. Tapi yang terjadi, Dewan malah terkesan berpangku tangan tanpa mampu berbuat apa-apa hingga tiga tahun. Tahu-tahu di tahun politik ini teriak-teriak ke media, pihaknya sebagai korban yang terdzolimi (playing victim),” ujarnya.
Zulpijar mengungkapkan, progres terakhir usulan pemekaran DOB tersebut terjadi pada 2020 silam. Dimana Tim Persiapan Pemekaran Daerah (TPPD) Kabupaten Bandar Lampung yang diketuai Puji Sartono (sekarang anggota DPRD Provinsi) menyerahkan dan melaporkan penyelesaian dokumen persyaratan pemekaran DOB ke pihak DPRD Lampung Selatan.
Posisi TPPD pada saat itu keukeuh minta untuk segera diparipurnakan. Namun demikian, DPRD Lamsel melalui komisi I menolak dilakukan paripurna.
DPRD Lamsel berdalih, paripurna tidak bisa digelar tanpa ada usulan dari pihak eksekutif.
“Menurut catatan saya, pada saat itu sekitar pertengahan Desember 2020. Seorang anggota Komisi I yang berasal dari Merbau Mataram kepada wartawan berdalih, DPRD tidak bisa memparipurnakan dalam hal prosedur kegiatan paripurna DOB diusulkan melalui jajaran eksekutif. Anggota F-Gerindra itu menyatakan jika prosedurnya eksekutif yang mengusulkan kepada legislatif,” kata dia.
Di sisi lain, Zulpijar menduga Pemkab Lamsel berlaku pasif terhadap usulan pemekaran DOB, berkaitan dengan belum dibukanya kembali kran moratorium untuk pemekaran DOB.
Dalam artian, pemerintah daerah masih dalam posisi wait and see. Tidak mendukung dan tidak juga menolak DOB baru di Lampung Selatan.
“Saya rasa ini bentuk kehati-hatian pihak pemda yang tidak mau terburu-buru. Karena keputusan yang bakal diambil sifatnya memang harus mengedepankan fungsi teknis dibanding kepentingan politis. Mengedepankan kepentingan masyarakat. Karena jangan sampai keputusan yang terburu-buru itu malah menimbulkan masalah dan kerugian bagi masyarakat. Saya yakin dan percaya, keputusan yang diambil nanti itu adalah keputusan yang terbaik bagi masyarakat Lampung Selatan,” tutur ketua DPK IARMI Lamsel alumni Menwa 99.
Sementara, Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda Kabupaten Lampung Selatan, Setiawan saat dikonfirmasi tak menampik, persetujuan tertulis kepala daerah dalam pembentukan DOB untuk kabupaten/kota berupa persetujuan bersama dengan DPRD sesuai dengan UU nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Menurut dia, selain UU nomor 23 Tahun 2014, instrumen hukum lainnya dalam pembentukan DOB, Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Penghapusan dan Penggabungan Daerah.
“Jadi ada tiga syarat dasar dalam usulan pemekaran DOB baru, terdiri dari syarat teknis, administratif dan syarat fisik kewilayahan. Untuk syarat teknis dinilai berdasarkan hasil kajian daerah terhadap indikator yang terlampir dalam PP 78,” ucapnya.
Setelah ada persetujuan administratif berupa persetujuan bersama tadi, bupati menyampaikan usulan kepada gubernur untuk disetujui dengan melampirkan yakni, dokumen aspirasi masyarakat di calon kabupaten/kota.
“Kemudian hasil kajian daerah. Kemudian peta wilayah calon kabupaten/kota dan yang terakhir Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/walikota,” katanya. (rls)