JAKARTA, WARTAALAM.COM – Ketua Lembaga Ekonomi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sutrisno lantang menyuarakan pemberantasan mafia hukum akhirnya menjadi korban kriminalisasi. Dia dijerat kasus hukum tanpa dasar jelas, janggal dan penuh intrik.
Mahasiswa Fakultas Hukum UIN Syarif Hidayatullah sekaligus kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat, Amanah Abdi menyatakan, kriminalisasi, menghilangkan marwah serta memberi dampak buruk terhadap kepastian hukum.
“Kriminalisasi merupakan tindakan yang mesti dihapuskan dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari janggalnya motif jeratan hingga tuduhan. Hal ini menjadi penghambat bagi masyarakat yang ingin menyuarakan kebenaran,” katanya, kemarin.
“Penegakan hukum yang diwarnai ‘mafia hukum’ pada wajah peradilan menimbulkan banyak masalah. Stabilitas hukum di Indonesia tengah menjadi sorotan di masyarakat. Dalam beberapa kasus, kondisi tersebut kerapkali ditenggarai oleh kelompok yang disebut sebagai ‘mafia hukum’. Alasannya, kepastian hukum yang menjadi kekuatan hukum seringkali diporak-porandakan dengan fenomena kriminalisasi,” ujarnya.
Khususnya di bidang pertanahan, kata dia, seringkali ditemui banyaknya sertifikat ganda bahkan menimbulkan permasalahan cukup serius yang seringkali dimanfaatkan para oknum mafia tanah.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Azhar Nizam selaku pegiat dan aktivis hukum menyatakan, perbuatan mafia tanah dalam memanipulasi persoalan hukum dalam bidang pertanahan telah menimbulkan permasalahan baru yang akan menjadi bom waktu bagi penegakan hukum di Indonesia.
“Maka dengan ini kami meminta kepada pemerintah pusat, terutama Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM, dan lebih lagi Presiden Republik Indonesia agar dapat mengevaluasi, memantau, dan menyelesaikan permasalahan mafia hukum tersebut,” tuturnya.
Sementara itu, dalam kasus dugaan Kriminalisasi Ketua Lembaga Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sutrisno Lukito, saksi pelapor Idris mengikhlaskan tanah miliknya karena bingung dengan pertanyaan yang disampaikan kuasa hukum.
“Saya ikhlaskan sajalah tanah ini, saya sudah gak mau pusing mengurusnya,” kata Idris saat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan Kuasa Hukum Sutrisno Lukito.
Diketahui dalam persidangan itu, Idris memberikan keterangan telah meninggalkan objek tanah dan empang di kampung Dadap dengan nomor girik 727 pada tahun 1982 dan baru kembali pada tahun 2018.
Idris juga memberikan keterangan yang membuat pengunjung sidang tertawa, Saat menerima pertanyaaan bertubi-tubi dari kuasa hukum Sutrisno Lukito.
“Saya gak tahu kalau akan ada pertanyaan seperti ini,” katanya yang disambut tawa pengunjung sidang.
Dikonfirmasi terpisah, Adid aktivis HMI yang mengikuti jalannya persidangan, beranggapan apa mungkin Idris yang mengaku memiliki tanah dengan nilai yang fantastis tiba-tiba dalam persidangan mengikhlaskan tanah miliknya.
“Ini harus menjadi bahan pertimbangan majelis hakim. Bagaimana secara mendadak saksi pelapor mengikhlaskan tanah miliknya dalam persidangan,” kata dia.
Dia mengatakan melihat persidangan tadi banyak hal yang pembuktian yang disampaikan saksi sebagai pelapor banyak yang tidak sinkron dan tak sesuai Berita Acara Perkara (BAP) di Kepolisian.
“Dalam persidangan dia Mengikhlaskan tanahnya, namun dia tetap membuat laporan di Kepolisian, hal ini tentunya sangat aneh. Atau memang Idris melaporkan karena adanya suruhan dari oknum mafia tanah,” katanya. (tim)